Review Film Horor Waktu Maghrib (2023): Teror Mistis di Desa Jatijajar

 

Waktu Maghrib (2023): Ketika Senja Menjadi Momen Penuh Teror


Pendahuluan

Saat kumandang adzan Maghrib berkumandang, banyak orangtua di Indonesia memperingatkan anak-anaknya untuk segera masuk rumah. Tak hanya soal ibadah, mitos dan kisah horor soal “makhluk gaib yang berkeliaran saat maghrib” telah tertanam kuat dalam budaya kolektif masyarakat. Waktu Maghrib (2023), film horor Indonesia debut sutradara Sidharta Tata, memanfaatkan mitos ini sebagai pondasi film—namun tidak sekadar menampilkan setan berlompatan, melainkan membangun ketegangan atmosferik dengan pesan moral yang menyentuh  .

Saya menonton film ini dengan ekspektasi ketegangan intens dan sensasi supernatural klasik. Apakah Waktu Maghrib berhasil memberikan sensasi itu? Artikel ini membahas sinopsis, fakta produksi, ulasan kritis, opini pribadi, pesan moral, dan kesimpulan akhirnya.

Sosok hantu mengenakan mukena berdiri di tengah hutan gelap dalam poster film Waktu Maghrib
poster-hantu-waktu-maghrib.webp





trailer resmi Waktu Maghrib di YouTube: 


Sinopsis Film

Adi dan Saman adalah siswa di Desa Jatijajar yang sering terlambat ke sekolah karena membantu keluarga di ladang. Murka akibat dihukum oleh Bu Woro, mereka menyumpahi si guru—bahkan berharap “mungkin mati saja”—pada saat adzan Maghrib berkumandang. Tak lama kemudian, Bu Woro meninggal secara tragis .

Sejak itu, Adi dan Saman dihantui oleh makhluk halus berwujud guru, mengenakan seragam yang persis seperti yang dikenakan Bu Woro saat meninggal. Teror berkembang: Saman membantai ayam milik pak lurah, terlibat konflik berdarah dengan kakaknya hingga tewas, lalu kesurupan dan bunuh diri di saat Maghrib kembali berkumandang .

Ayu menemukan jejak masa lalu 30 tahun lalu: seorang lelaki bernama Karta mengalami tragedi kehilangan jarinya, dan terjadi kejadian gaib yang mirip di waktu Maghrib. Membantu Ayu memberi kekuatan agar Adi bisa melawan, karena kalau tidak, nasib Adi diperkirakan akan sama tragisnya .


Review Singkat

Waktu Maghrib berhasil membangun atmosfer horor yang mencekam dengan menggabungkan elemen mistis dan budaya lokal Indonesia. Film ini menampilkan performa kuat dari para aktor muda, terutama Ali Fikry sebagai Adi dan Bima Sena sebagai Saman. Meskipun beberapa kritik menyebutkan bahwa alur cerita cenderung monoton dan dapat diprediksi, film ini tetap menjadi tontonan yang menarik bagi penggemar horor lokal. KapanLagi.com+2KINCIR.com+2YouTube+2

Daftar Pemain Film Waktu Maghrib (2023)

  • Ali Fikry sebagai Adi

  • Bima Sena sebagai Saman Abdullah

  • Nafiza Fatia Rani sebagai Ayu

  • Andri Mashadi sebagai Karta

  • Aulia Sarah sebagai Sri Woro Hadisono

  • Taskya Namya sebagai Ningsih

  • Sadana Agung sebagai Hansip

  • Muhammad Abbe sebagai Lurah

  • Sulis Kusuma sebagai Bu Lurah

  • Nasarius sebagai Marto (bapak Ayu)

  • Bambang Paningron sebagai Ustaz

  • Bebe Gracia sebagai Wati

  • Kevin Abani sebagai Samiun

  • Malvin JJ sebagai Karta kecil

  • Riyanto sebagai Kasan (bapak Adi)


Fakta Film: Produksi, Sutradara, Pemain


Judul: Waktu Maghrib

Sutradara: Sidharta Tata, yang sebelumnya dikenal lewat film pendek . Ini adalah debut film panjangnya.

Penulis skenario: Kombinasi Agasyah Karim, Khalid Kashogi, Bayu Kurnia, dan Sidharta Tata .

Produksi: Rapi Films dan Sky Media .

Tanggal rilis Indonesia: 9 Februari 2023; kemudian Malaysia, Singapura (2 Maret 2023), dan tersedia di Prime Video per 13 Juli 2023 .

Durasi: ± 104 menit (1 jam 44 menit) .

Bahasa: Dominan Bahasa Jawa dengan Bahasa Indonesia; latar di Desa Jatijajar, Jawa Tengah .

Jadwal Tayang

Film Waktu Maghrib dirilis di bioskop Indonesia pada tanggal 9 Februari 2023. Film ini tayang di berbagai jaringan bioskop seperti Cinema XXI, CGV, Cinepolis, dan lainnya


Poster resmi film Waktu Maghrib menampilkan gadis kecil duduk di jalan dengan bayangan menyeramkan di air
poster-resmi-waktu-maghrib-2023.webp





Kelebihan & Kekurangan 

Kelebihan Kekurangan

Atmosfer awal yang sangat intens dan mencekam via penerapan mitos kolektif dan Bahasa Jawa khas desa. Konklusi (payoff) terasa lemah, banyak plot hole yang tak dijelaskan.
Akting menonjol dari aktor cilik yang berani menampilkan adegan brutal. Horor dan jumpscare menjadi repetitif, mengurangi efek kejutan.
Visual tegang (kamera, angle, pacing) efektif di awal. Fokus berlebihan ke adegan gore/kekerasan tanpa mendalami mitologi maghrib lebih dalam.
Mengangkat pesan moral soal kata-kata dan respek terhadap tabu budaya. Jalan cerita kurang masuk nalar bagi penonton yang mencari logika kuat atau narasi yang kohesif. .

Pesan Moral dalam Film

Film ini lebih dari sekadar penyebar ketakutan; ia menyelipkan beberapa pesan moral yang cukup kuat:

1. Hati‑hati bicara, terutama saat emosi
Sumpahan Saman dan Adi kepada Bu Woro yang keluar saat adzan berkumandang menjadi pemicu malapetaka. Ini mengingatkan bahwa “omongan bisa jadi doa”—hal yang sangat dalam maknanya dalam konteks budaya tradisional Indo .


2. Hormati mitos dan kepercayaan lokal
Masyarakat desa menaruh hormat terhadap larangan keluar saat Maghrib. Film ini menekankan bahwa kepercayaan turun-temurun bukan sekadar takhayul, tapi bisa punya dampak spiritual serius jika diabaikan .


3. Kenali akar trauma di komunitas
Ayu yang mencoba menyelidiki kejadian 30 tahun lalu dan menghubungkannya dengan situasi sekarang menunjukkan bahwa setiap sejarah punya hikmah jika ditelusuri. Film ini memvisualkan betapa trauma kolektif bisa memicu siklus kekerasan jika tidak diselesaikan.


4. Keluarga dan lingkup komunitas bisa jadi penyelamat
Tokoh Pak Lik yang membantu Ayu memberi petunjuk—ini mencerminkan betapa support keluarga atau orang yang pernah mengalami trauma sangat penting untuk menghentikan tragedi berikutnya.

Karakter anak laki-laki dengan luka di wajah tersenyum misterius dalam film horor Waktu Maghrib (2023)

waktu-maghrib-ekspresi-anak.webp







Kesimpulan & Rekomendasi

Waktu Maghrib (2023) adalah film horor yang solid, terutama di pembangunan atmosfer awal. Namun film ini gagal memetik hasil penuh dari potensi yang dimilikinya—baik dari sisi naskah maupun definisi mitologi horornya sendiri. Jika Anda penonton yang menghargai budaya lokal, pemeran anak yang berani, dan alur horor tradisional, film ini layak ditonton.

Namun jika Anda menyukai horor berat dengan narasi koheren dan konklusi memuaskan, mungkin film ini akan terasa kurang memuaskan. Secara penonton, film ini mencapai pencapaian signifikan: sudah menembus lebih dari 1 juta penonton hingga >2 juta dalam masa rilis awal 2023, menjadikannya salah satu film lokal terlaris awal tahun itu .


Rekomendasi target penonton:

Remaja 13+ yang ingin menonton horor ringan dengan pesan,

Pecinta horor budaya yang ingin merasakan atmosfer desa klasik,

Penikmat film independent lokal yang ingin mendukung debut sutradara baru.


Opini Pribadi

Menurut saya, Waktu Maghrib adalah tontonan horor lokal yang menjanjikan, namun pada akhirnya tidak sepenuhnya memenuhi potensinya.

Saya sangat menikmati 20–30 menit pertama: setiap adegan terasa segar, atmosfer terasa gelap tetapi penuh makna, dan tookh ciliknya terlibat sensasi horor tanpa terasa memaksa. Tetapi setelah masuk ke bagian tengah dan akhir, terasa penurunan kualitas naskah: banyak konflik yang berlalu sia-sia, dan twist akhirnya terasa klise dan mengecewakan.

Meskipun demikian, saya tetap memberi apresiasi tinggi atas keberanian film ini mengangkat bahasa daerah (Jawa), penggunaan aktor cilik dalam peran berat, dan latihan storytelling berbasis folklore lokal. Ia bukan film horor blockbuster yang “menakuti tanpa makna”, tetapi mencoba membawa ketegangan punya konteks budaya. Jika film ini punya kelanjutan, saya berharap bisa memperdalam mitologi maghrib secara lebih kreatif dan memperbaiki kekosongan cerita.

Anak laki-laki menatap pocong dengan mata putih dalam adegan mencekam film Waktu Maghrib

adegan-pocong-waktu-maghrib.webp




Penutup

Secara keseluruhan, Waktu Maghrib memberikan pengalaman horor yang terasa nyata dan penuh budaya, meskipun tidak sempurna. Ia mengingatkan: terkadang ketakutan terbesar datang dari ucapan kita sendiri—apalagi jika melanggar batas-batas tabu. Seperti adage Jawa zaman dulu, “jangan keluar saat maghrib, nanti diciduk makhluk gaib”; iman dan kesadaran masih menjadi benteng terbesar manusia.

Kalau kamu menanyakan saya: film ini mendapat nilai 3 dari 5, bukan karena tidak menakutkan, tetapi karena ia bisa menjadi lebih daripada yang ditawarkannya saat ini.



Saya harap artikel ini membantu kamu memahami film Waktu Maghrib lebih dalam—baik secara cerita, nuansa horor, maupun pesan moralnya. Silakan bagikan pendapat atau pengalaman menontonmu!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trailer Film Horor Indonesia "Desa Mati" (2025) – Teror Mencekam di Desa Terpencil

Trailer Saviour 2 (2025) – Aksi Balas Dendam Sang Malaikat Kematian Kembali Menghantui

Review Deadpool & Wolverine (2024): Kolaborasi Brutal dan Kocak Duo Antihero Marvel