Review film Trinil 2024: Kembalikan Tubuhku – Horor Klasik dengan Sentuhan Drama Jawa
Trinil: Kembalikan Tubuhku – Horor Klasik dengan Sentuhan Drama Jawa
Sinopsis dan Latar Belakang Cerita
Film Trinil: Kembalikan Tubuhku (disingkat Trinil) dibuka dengan atmosfer mistis khas Jawa Tengah tahun 1970-an, saat pasangan pengantin baru Rara (Carmela van der Kruk) dan Sutan (Rangga Nattra) kembali ke rumah warisan di tengah kebun teh yang sunyi. Malam pertama mereka berubah menjadi mimpi buruk saat Rara diganggu sosok hantu tanpa tubuh yang bergumam “Trinil, balekno gembungku”—frasa dari drama radio legendaris era 1980-an .
Mendapati kenyataan ini, Sutan mengundang Yusof (Fattah Amin), seorang dukun asal Malaysia dan sahabatnya, untuk membantu. Perlahan misteri keluarga terungkap—Rara ternyata memiliki nama kecil “Trinil” dan trauma dari masa lalu keluarga. Konflik emosional muncul antara warisan, cinta lama, dan keberanian menghadapi dunia gaib.
![]() |
trinil_kembalikan_tubuhku_poster_2024.jpg |
Berikut ini link trailer resmi film “Trinil: Kembalikan Tubuhku” dari YouTube:
Informasi Dasar
Judul Asli: Trinil: Kembalikan Tubuhku (yang berarti “Give Me Back My Body”)
Sutradara & Penulis: Hanung Bramantyo (juga menyutradarai Legenda Sundel Bolong 2007 dan Lentera Merah 2006)
Penulis Skenario: Haqi Achmad & Hanung Bramantyo
Tanggal Rilis: Tayang di Netflix sejak 9 Mei 2024
Durasi & Genre: Durasi ~105 menit, bergenre horor–drama
Analisis Tema dan Estetika Film
Adaptasi Drama Radio & Budaya Lokal
Mengangkat kisah dari drama radio “Trinil Balekno Gembungku”, film ini menyuguhkan festival nostalgia dengan bahasa Jawa klasik, elemen budaya (ketindihan, gangguan makhluk halus), serta humor ironi. Semua disatukan dalam balutan drama keluarga dan cinta segitiga, menghadirkan nuansa berbeda dari horor modern.
Visual & Suasana Mistis
Cinematografi memperlihatkan kebun teh berkabut dan rumah tua berkesan angker. Efek suara—denting piano, gemericik air, dan desahan misterius—memberi suasana mencekam. Walau efek CGI dikritik “kurang halus”, atmosfer yang dibangun cukup menjaga tensi dan mengandalkan jump scare tradisional .
BACA JUGA:review-film-horor lawang-sewu-
Akting & Dinamika Karakter
Carmela van der Kruk (Rara) berhasil menunjukkan transisi emosional dari bahagia hingga ketakutan dan keputusasaan.
Rangga Nattra (Sutan) menampilkan sosok suami yang protektif sekaligus terdoktrin logika modern.
Fattah Amin (Yusof) membawa dimensi spiritual berbeda, dengan aksen Melayu dan latar ritual.
Dukungan dari Wulan Guritno dan Shalom Razade menghadirkan kedalaman drama keluarga antar generasi .
Tanggapan Kritik & Publik
Kritik Profesional
Abstract AF memberi rating 2/5, menyebut premis film “unik” namun efek visual dan aktingnya “berlebihan”, serta jump scare berlimpah tapi minim ketegangan .
Media lokal menyebut fondasi drama cukup kuat, namun jalan cerita dan konflik kurang mendalam .
![]() |
poster-trinil-kembalikan-tubuhku-2024.jpg |
Respon Publik (Reddit & Forum)
Beberapa netizen horror enthusiasts memberi tanggapan seperti:
> “Premisnya kuat tapi desain hantunya malah murahan.”
“Lumayan seram buat pemula, tapi bagi penggemar berat horor ini terlalu aman.”
Secara umum, film ini lebih diterima baik sebagai film horor rakyat klasik ketimbang karya horor modern ber-budget besar.
BACA JUGA:sinopsis-petaka-gunung-gede
Kelebihan dan Kekurangan Film
Kelebihan
Budaya lokal dan nostalgia drama radio dilestarikan.
Suasana mistis Jawa terasa otentik dan kuat.
Karakter Rara dan Yusof membawa nuansa konflik emosional dan spiritual yang menarik.
Kekurangan
Efek visual dan desain hantu dianggap kurang memukau.
Alur cerita terkadang melompat dan tidak mendalam, terutama pada klimaks cinta segitiga.
Untuk penggemar horor modern, efek dan jumpscare bisa terasa “klise” dan tidak mengejutkan.
Pesan Moral
Menekankan kekuatan perempuan dalam keluarga atau bisnis, yang jarang ditampilkan di genre horor Indonesia
Mengenalkan lore kuyang/krasue lokal: hantu kepala tanpa tubuh, mencuri darah atau tubuh untuk kembali utuh — ini memperkaya mitologi populer Indonesia
Ada refleksi spiritual penting: ketika konfrontasi mistis terjadi, karakter menggunakan orbital ritual tradisional dan Islam, menunjukkan keragaman religius di Jawa
Opini Penulis
Berdasarkan struktur permintaan blog, berikut interpretasi opini mereka:
Mereka tampaknya menghargai nilai nostalgia setting 70-an dan tema tanah air yang kental.
Namun sekaligus menyayangkan efek CGI berlebihan dan alur lambat, sehingga ketegangan terasa "cukup, tapi tak maksimal."
Menurut mereka, meski tidak sempurna, film ini cukup layak ditonton sebagai alternatif horor lokal karena nuansa genre yang kental dan keberanian memainkan mitologi kuyang
Kesimpulan dan Rekomendasi
Film Trinil: Kembalikan Tubuhku layak dikategorikan sebagai horor rakyat yang rich dengan budaya Jawa klasik, meski masih punya kekurangan dalam aspek teknis. Ini adalah karya penting bagi penggemar genre horor tradisional Indonesia.
Siapa yang Harus Nonton?
Penonton yang mencari horor budaya Indonesia dengan latar tahun 70-an.
Peminat cerita mistis berbasis keluarga dan warisan lama.
Penggemar Hanung Bramantyo yang penasaran dengan kembalinya ia ke genre horor setelah 17 tahun.
Siapa yang Mungkin Tidak Cocok?
Pecinta horor modern dengan ekspektasi efek visual tinggi.
Penonton yang mengharapkan alur cerita super kompleks dan tak terduga.
Penutup
Trinil: Kembalikan Tubuhku membawa kita kembali pada inti horor rakyat: mitos, ketakutan turun-temurun, dan budaya lokal yang kuat. Meski tak sempurna, film ini punya niat untuk menjaga warisan budaya suara radio da cerita rakyat. Menarik ditonton bagi siapa pun yang ingin merasakan sedikit nostalgia dan kengerian klasik.
BACA JUGA:review-film-oppenheimer-2023
Komentar
Posting Komentar